sumber http://terisicyber75.blogspot.com/ |
Ingatan saya
tentang seorang Gus Dur bukanlah saja tentang peristiwa pelengserannya dari
jabatan kepresidenan negeri ini. Ingatan saya tentang sosok seorang Gus Dur
yang bagi sebagian orang dikenal sebagai seorang yang kadang controversial
dengan berbagai pernyataannya, adalah humor-humornya. Humor khas Gus Dur yang
cerdas, renyah, mengena karena kadang mengandung kritikan tetapi juga jenius
karena mengajak kita untuk sesaat menertawakan diri sendiri. Misalnya saja tentang humor fenomena ‘gila’ presiden
Indonesia yang dilontarkan Gus Dur. Dikatakan bahwa presiden pertama Indonesia
dikenal gila perempuan, presiden kedua dikenal gila harta, presiden ketiga gila
teknologi dan presiden keempat, yaitu dirinya sendiri, yang “gila” adalah yang
memilihnya. Humor ini ‘katanya’ pernah dilontarkan Gus Dur di depan Fidel
Castro dan membuat Fidel Castro tertawa terpingkal-pingkal. Atau humor yang
senada dengan itu, misalnya saat Gus Dur melontarkan pendapatnya bahwa seluruh
presiden Indonesia itu KKN. Presiden pertama ‘Kanan Kiri Nyonya’, presiden
kedua ‘Kanan Kiri Nyolong’, presiden ketiga, yaitu BJ Habibie ‘Keci-kecil
Nekad’ dan dirinya sendiri sebagai presiden keempat, ‘Kanan Kiri Nuntun;. Ini
pembelajaran yang luar biasa. Tentunya bukan bermaksud mengejek, tetapi membuat
kita yang mendengarnya sedang diajar untuk bisa menertawakan diri sendiri.
Banyak orang yang terlalu sering menertawakan orang lain, tetapi tidak bisa
menertawakan dirinya sendiri. Buat saya yang mendengarnya, humor semacam ini
sungguh jenius. Ya, orang yang sanggup menertawakan dirinya sendiri adalah
orang jenius dan berhati besar untuk bisa menerima juga kehadiran orang lain
apa adanya, karena ia melihat dirinya apa adanya.
Humor saya
yakini juga dipergunakan oleh Gus Dur untuk melontarkan kritik yang tajam dan
pedas. Misalnya terhadap keberadaan para wakil rakyat di dewan perwakilan
rakyat. Gus Dur pernah mengatakan bahwa alkisah suatu ketika ada satu rancangan
kebijakan baru bahwa setiap orang yang punya status wakil akan dinaikkan
pangkatnya. Ini artinya, wakil presiden akan menjadi presiden, wakil gubernur
akan menjadi gubernur, wakil komandan akan menjadi komandan, wakil direktur
akan menjadi direktur dan seterusnya. Rancangan Kebijakan ini lalu diajukan
kepada dewan perwakilan rakyat supaya dapat diundang-undangkan secepatnya.
Rupanya di dewan, rancangan kebijakan ini ditolak mentah-mentah. Alasan para
anggota dewan adalah karena kebijakan ini jelas akan menyengsarakan anggota
DPR. Bayangkan semua anggota DPR yang adalah ‘wakil’ rakyat akan berubah status
menjadi rakyat. Saya tertawa terpingkal-pingkal saat menbaca humor ini dan
melihat kebenarannya. Seandainya ada rancangan kebijakan seperti ini, jelas
semua anggota DPR pasti menolakknya. Wong sebagai ‘wakil’ rakyat mereka memang
benar-benar telah ‘mewakili’ rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia ingin
sekali-kali berobat ke luar negeri, sudah ‘diwakili’ anggota DPR. Rakyat
Indonesia berharap makmur sejahtera, ya itupun sudah ‘diwakili’ anggota DPR.
Rakyat Indonesia berharap bisa punya penghasilan yang cukup, itupun sudah
‘diwakili’ anggota DPR dengan gaji yang wah. Jelas mereka ini pasti tidak mau
berubah status dari ‘wakil rakyat’ menjadi rakyat saja. Di sini terlihat humor
dipergunakan dengan jenius oleh Gus Dur untuk menjadi alat melontarkan kritik
pedas dengan nada yang jenaka.
Selain itu humor
Gus Dur yang cerdas, adalah humor yang mampu memberi orang lain semangat dan
motivasi untuk melakukan sesuatu. Misalnya kisah yang dituturkan oleh Mahfud MD
saat diinterview oleh salah satu televisi swasta. Mahfud MD bercerita bahwa ia
hampir saja menolak penunjukkannya sebagai menteri pertahanan oleh Gus Dur yang
menjabat presiden RI saat itu. Mahfud beralasan bahwa ia tidak memiliki latar
belakang TNI/Polri dan tidak memiliki pengetahuan mengenai pertahanan. Alasan ini
ia utarakan kepada Gus Dur. Tak dinyana jawaban Gus Dur sangatlah cerdik.
Dengan santan Gus Dur mengatakan, “Pak Mahfud harus bisa. Saya saja menjadi
Presiden tidak perlu memiliki latar belakang presiden kok.” Kontan saja Mahfud
MD tidak bisa berkutik dan menerima penunjukkann dirinya sebagai menteri
pertahanan.
Dan sebagai
seorang yang penuh dengan warna dan sangat pluralis, tidak jarang dalam pertemuan
dengan pemeluk agama lain Gus Dur pun kerap melontarkan humor yang dapat
diterima dengan baik. Humor menjadi pengerat persaudaraan antar umat beragama
tanpa harus takut dianggap menghina dan melecehkan karena dilontarkan dengan
ketulusan. Umpamanya saat menjadi presiden, Gus Dur bertemu dengan para pastor
dari Keuskupan Agung Semarang. Dalam pertemuan itu, Gus Dur bercerita bahwa
alkisah ada sejumlah pastor di sebuah negeri amat senang berburu binatang buas.
Sekali waktu, sehabis misa hari minggu, seorang pastor pergi ke hutan hendak
berburu binatang buas. Ia melihat seekor macan dan langsung mengokang senapannya.
Dor! Dor! Sang pastor menembak si macan tapi sayangnya tembakkannya meleset.
Sang macan balik mengejar sang pastor. Sang pastor lari tunggang langgang
sampai pada sebuah tepi jurang dan tidak bisa lagi lari. Maka si pastor pun
berhenti, berlutut dan mulai berdoa dalam doa terakhir sebelum diterkam macan.
Selesai berdoa, sang pastor terheran-heran karena ternyata ia masih hidup. Ia
lebih terheran-heran lagi melihat sang macan juga berlutut sambil mengatupkan
kedua kaki depannya tidak jauh dari posisinya. Sambil terheran-heran, sang
pastor bertanya kepada sang macam, ‘Macan, kamu kok tidak menerkam saya, malah
ikut-ikutan berdoa? Kenapa?”. Jawab sang macan, “Ya saya sedang berdoa. Berdoa
sebelum makan.” Saya yakin pendengar Gus Dur saat itu pasti tertawa
terpingkal-pingkal tanpa merasa dilecehkan keagamaannya. Karena mereka pasti
tahu siapa Gus Dur, dan terlebih lagi karena yakin bahwa Gus Dur melontarkan
humornya dalam ketulusan hati seorang yang mampu menerima keberagaman dalam
hidup ini.
Sesungguhnya
banyak sekali humor ala Gus Dur. Humor yang ditunggu-tunggu banyak orang saat
mereka bertemu dengan Gus Dur. Gus Dur secara jenius menggunakan humor sebagai
sebuah media komunikasi bahkan media kritis social. Gus Dur mampu melihat bahwa
tertawa itu mampu menjernihkan dan menjelaskan
suasana, dan tentu saja menghadirkan keriangan yang pada akhirnya
memperkuat tali silahturahmi juga. Humor yang melahirkan tawa yang memang
diperlukan oleh manusia saat ini untuk menjaga keseimbangan pribadi dan
jiwanya. Humor yang mampu melepaskan ketegangan dan menggantikannya dengan
keriangan yang membahagiakan.
Jarang ada
seorang pemimpin seperti Gus Dur. Entah sebagai seorang kiayi, sebagai seorang
presiden, atau sebagai sosok yang sangat pluralis atau sebagai seorang guru
bangsa. Kangen dengan Gus Dur dan humor-humornya. Kangen karena banyak pemimpin
saat ini hanya bisa mengeluh dan curhat yang malah kesannya lebay. Semoga ada ‘Gus Dur – Gus Dur’
lain yang mampu menyatukan bangsa ini lewat sesuatu yang sederhana : humor.
tulisan ini dimuat di cirebonpost.com
tulisan ini dimuat di cirebonpost.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar