Kudu bisa pindah cai pindah tampian
(Tulisan ini telah dipublikasikan dalam Buku HUT ke-80 GKP)
Abstraksi
Kebudayaan adalah modal untuk
mekonstruksi teologi lokal bagi gereja. Nilai-nilai di dalamnya adalah kekayaan
luar biasa yang dapat dipergunakan untuk dapat mengkomunikasikan berita kabar
baik tentang Kristus. Dalam upaya untuk merancang bangun teologi lokalnya,
Gereja Kristen Pasundan haruslah memperhatikan kekayaan budaya-budaya yang ada,
dalam hal ini salah satunya adalah budaya Sunda, sambil tetap tidak melupakan
untuk tetap kritis tidak terjebak pada romantisme budaya seraya tetap
memberikan perhatian pada teologi dan tradisi gereja yang selama ini ada.
Selain itu, Gereja Kristen Pasundan harus tetap memberikan perhatian pada
refleksi teologis atas teks dan konteks Alkitab, serta konteks kehidupan
masyarakat dimana ia berada. Refleksi teologis yang pada akhirnya berbentuk
respon gereja terhadap persoalan-persoalan sosial yang ada di dalam masyarakat,
dinamika kehidupan di dalamnya dan upaya menghasilkan usaha transformasi sosial
di dalamnya.
Pendahuluan
Penulis sadar tidak lahir sebagai orang Sunda, dan
memiliki pengalaman yang cukup tentang budaya Sunda. Ketertarikan terhadap
sebuah budaya Sunda dan unsur-unsurnya semata-mata lahir dari kenyataan berada
di tengah-tengah budaya itu sendiri. Untuk hal ini, penulis teringat pendapat
Stephen Bevans, bahwa seseorang yang tidak benar-benar berasal dan berbagi
pengalaman utuh terhadap suatu budaya (karena tidak berasal dari lingkungan
budaya tersebut) dapat berkonstribusi dalam konstrusksi teologi kontekstual di
tengah budaya ia berada saat ini.[2]
Oleh karena itu, sebagai orang yang meski bukan berasal dari tengah budaya Sunda,
tetapi hidup di tengah masyarakat Sunda, penulis memberanikan diri untuk
mencoba melihat dan menemukan adanya kekayaan unsur budaya Sunda yang dapat
dipergunakan sebagai sumber berharga dalam pelayanan Gereja Kristen Pasundan.[3]
Syaratnya, menurut Bevans, adalah adanya keinginan yang dalam untuk
berpartisipasi dalam budaya tersebut dengan cara belajar dan mengapresiasi
berbagai tulisan sosiologis dan antropologis dari budaya yang dimaksud.[4]
Kebudayaan: Ragam Pengertian
Edward Bennet Tylor dalam
bukunya Primitive Culture: Research into
the Development of Mythology Religion, Arts and Custom (Boston: Estes &
Lauriat, 1874) mencatat ada sekitar 170 definisi budaya. Budaya adalah
keseluruhan yang kompleks dari pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
kebiasaan dan kapabilitas dan kebiaasaan lain yang dibutuhkan oleh manusia
untuk menjadi bagian dari suatu masyarakat, atau dengan kata lain adalah
keseluruhan hidup manusia itu sendiri.
Manusia selalu berinteraksi
dengan manusia lain. Dalam interaksinya, terjadi pertukaran (saling berbagi)
konsep nilai, kebiasaan, pola pikir, ide-ide dan cara hidup dengan orang lain.
Di dalam berkebudayaan, manusia saling berbagi kesamaan dan komunalitas hidup
dan pada saat bersamaan, dengan berkebudayaan manusia dapat membedakan satu
komunitas hidup dengan komunitas lainnya. Ada proses belajar dari manusia
lainnnya dalam bentuk simbol, nilai, dan aktivitas kehidupan lainnya. Oleh
karena itu, dapatlah dikatakan manusia itu mempengaruhi dan dipengerahui oleh
budaya. [5]
Ada dua level kebudayaan, yaitu level permukaan dan
level dalam. Level permukaan adalah pola-pola budaya yang ditemukan dalam apa
yang manusia lakukan, pikirkan dan rasakan. Sedangkan level dalam adalah pola
budaya dalam bentuk memilih, merasakan, beralasan, menginterpretasikan,
menilai, menjelaskan, menghubungkan satu hal dengan hal lain, berkomitmen
terhadap manusia lain, beradaptasi dan dalam memutuskan untuk mengadakan
perubahan di sekitar kehidupannya .[6]
Dua level budaya ini adalah tentang bentuk budaya yang kelihatan (tangible) dan yang tidak tidak kelihatan
(intangible dalam bentuk worldview atau cara pandang). Kebudayaan
adalah pola-pola dalam kehidupan yang ditransmisikan sepanjang sejarah dan
hadir dalam simbol-simbol, konsep-konsep yang diwariskan dan diekspresikan
secara simbolik serta dikomunikasikan manusia, diabadikan manusia dan
dikembangkan dalam sistem pengetahuan dan prilaku melalui kehidupan manusia
sehari-hari. [7]